Kamis, 29 Maret 2012

Kisah Nurdin, Si Cleaning Service UMP

0 komentar

Kisah Cinta “Sabun Mandi”

“Ku jual baju celana
Itu semua demi nyai
Aku kerja jadi kuli
Demi nyai…”

Masih ingat syair lagu “Cinta Sabun Mandi” di atas?. Ya, sebagian dari kalian mungkin tidak akrab, atau bahkan sama sekali tidak pernah mendengar lagu yang dilantunkan penyanyi dan comedian Jaja Mihardja itu. Namun, tidak bagi Nurdin, pekerja keras yang sedang mengabdi di UMP sebagai cleaning service.
Jejak pekerja keras itu tampak terlihat dari buliran keringat diwajahnya, meskipun, dingin masih menusuk jantung pagi, dan matahari belum genap bundar ketika Bhaskara menyapanya. Nurdin, lelaki kelahiran Klaten 21 November 1972 itu telah mengabdikan hidupnya sebagai karyawan kontrak di Universitas Muhammadiyah Purwokerto selama delapan tahun.

Meski statusnya pekerja kontrak, Udin, begitu ia akrab disapa, tak pernah mengeluh, apalagi menyesali profesinya itu. “Saya tidak mengeluh meski hanya sebagai pekerja kontrak di sini. Semua saya lakukan demi keluarga,” katanya, dengan senyum mengembang. Ibarat potongan syair lagu di atas, ia rela jual baju celana demi istri, ia rela jadi kuli demi anak dan istri…
Lelaki yang gemar memakai topi ini, bukan tanpa cita-cita. Selepas lulus dari SMA N 2 Bondowoso, Jawa Timur, ia berkeinginan masuk perguruan tinggi. Dengan bekal kepercayaan diri yang tinggi, ia mendaftarkan diri ke sebuah Perguruan Tinggi Negeri melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Sayang, usahanya itu gagal. Ia tidak diterima di Perguruan Tinggi Negeri. Sebagai pemuda pada umumnya, kegagalan masuk PTN sempat membuatnya patah arang.
Namun, itu tidak lama. Dengan bermodal ijazah SMA, ia memberanikan diri mendaftar di sebuah Perusahaan swasta ( PT ) Dawai Textile Klaten. Ia berkeyakinan, bahwa setiap satu kegagalan tersimpan beribu kesuksesan. Keyakinan itu menjelma menjadi kenyataan. Ia akhirnya diterima menjadi karyawan PT tersebut. Terhitung sejak tahun 1993 ia mulai bekerja hingga  awal April 2003. Namun lagi-lagi keadaan memaksanya untuk berhenti bekerja.  Ia harus mengikuti sang istri dan anaknya ke Somagede, Banyumas, Sampai di Somagede ia sempat menganggur. Mengingat kewajibannya sebagai kepala keluarga, ia mencoba mengadu keberuntungan dengan melamar pekerjaan di UMP. Perjuangannya tak sia-sia setelah mengikuti serangkain tes. Udin diterima sebagai karyawan di UMP. Meski ia tidak menyangka bakal menjadi cleaning service, namun ia cukup bangga karena bisa memenuhi kewajibannya sebagai kepala keluarga.
Bukan Nurdin namanya jika ia tak mampu berbuat lebih untuk anak dan istrinya. Untuk menambah penghasilannya, ia tidak malu-malu nyambi menjadi tukang pijit. Kerja sampingan ini ia lakukan, mengingat biaya transportasi yang terbilang mahal untuk berangkat kerja dari Somagede. Apalagi jika harus ngekos, tentu tidak cukup biaya. Lagi-lagi ia bersyukur, atas kebaikan teman-temannya, ia diizinkan tinggal di sebuah rumah kosong milik temannya. Meski, untuk sekedar mengusir lapar, Ia kerap berhutang di warung makan ketika tanggal tua mulai datang.
Jual Motor Untuk Sekolah Anak
Nurdin dikaruniai tiga orang anak. Anak pertamanya sekarang duduk dibangku SMP, sedangkan anak keduanya meninggal dunia saat masih dalam kandungan. Sementara, putri bungsunya baru menginjak usia 2,5 tahun. Ada satu kisah hidupnya yang kadang membuatnya nggrentes. Ia terpaksa menjual motor kesayangannya untuk biaya sekolah putra pertamanya ke SMP. Hal itu terpaksa ia lakukan mengingat upahnya sebagai pekerja kontrak di UMP tidak cukup untuk memasukan anaknya ke sekolah.
“Bahkan saya terkadang meminjam uang ke koperasi karyawan dan BPD untuk menghidupi diri saya sehari-hari. Sedangkan gaji saya sebagai pekerja kontrak saya kirimkan kepada isterinya meskipun tidak seberapa,”tuturnya, datar.
Namun, katanya, ia telah bertekad untuk membahagiakan istri dan anaknya semampunya.
Resah dengan Status Kontrak
            Meski ia kerap bersyukur, namun sebagai manusia, apalagi sebagai kepala keluarga ia terkadang merasa resah. Tiada lain status kerjanyalah yang membuat Nurdin merasa demikian. Betapa tidak, status pekerja kontrak itu tidak tetap. Bisa saja sewaktu-waktu ia diputus kontraknya. “Jika sudah demikian saya hanya mampu berdoa semoga saya tetap bisa bekerja di UMP,” pungkasnya, pasrah.
Dengan kondisi yang seperti sekarang ini, ia tetap memanjatkan uji syukr atas rezeki yang diterimanya walapn masih sangat kurang untuk mencuki kebthan hidpnya dan menafkahi keluarganya.
Ketakutan dan kecemasan selal menghantinya setiap kali mendatangani kontrak kerjanya. Karena dikabarkan akan ad pelepasn kayrawan kontrak tersebt tertama di baian cleaning service. Ia mengatakan bahwa mereka, para cleaning service ibarat itik yang telah dipelihara dari kecil hingga menjadi ayam yan ma disembelih kan sayan nasibnya akan diantun berdasrkan kontrak itu. Ia menginginkan adanya kebijakan untuk diangkat menjadi karyawan tetap karena telah bertahun-tahun mengabdikan dirinya di kamus biru yang begitu mewah dan terpenuhinya fasilitas yang mahal. Kadang para cleaning service mengeluh aakah tidak ada kebijakan untuk para karyawan kontrak yang paling rendah posisinya? Semua karyawan pastinya menginginkan kenaikan pangkat menjadi karyawan teta agar hidupnya sejahtera. Namun, walapun begitu, Nurdin tetap semangat dengan kehidupannya yang jah dari ckup. Ia yakin roda kehidpan pasti akan terus berputar.
Itlah sosok Nurdin yang senantiasa setia pada profesinya, kamikomitmen dan keikhlasannya bekerja membuat ia mamp memberi smbangsih yang besar pada Universitas Muhammadiyah Purwkerto meskipn hanya sebaai tkan sapu kontrak. Kiranya inilah cerminan bahwa janganlah kita memandan rendah sebuah pekerjaan, namun lihatlah manfaat dan  kemaslahatannya pada setiap pekerjaan tersebut.

Leave a Reply

| Bhaskara online feeds |

Tanggapi Artikel

Labels