Kamis, 29 Maret 2012

Demokratisasi Lamban, KM UMP Berjalan Mundur

0 komentar
Dalam dua tahun terakhir beberapa agenda Keluarga Mahasiswa (KM) UMP mengalami kemunduran. Hal ini terlihat dari rendahnya partisipasi elemen KM dalam proses demokrasi di Kampus Biru. Terlebih dalam perjalanannya berbagai persoalan mencuat, seperti pelaksanaan agenda yang tidak tepat waktu, dan permasalahan dalam pergantian tampu kepemimpinan. Apakah ini mengindikasikan proses demokrasi tengah berjalan lamban????
Salah satu bentuk demokrasi yang dilaksanakan dikampus adalah pemilu raya. Pesta demokrasi untuk memilih pasangan presiden dan wakil presiden ini merupakan awal dari pendidikan politik bagi mahasiswa yang nantinya akan berkiprah dalam kehidupan politik berbangsa dan negara kelak. Agar regenerasi berjalan dengan baik hendaknya pemilu dilaksanakan sesuai dengan yang
diagendakan. Namun, pemilu di UMP mengalami kemunduran waktu. ‘Mundurnya pemilihan presiden ini diakibatkan karena terbentur libur puasa beberapa hari pasca Kongres Mahasisma (KOSMA)’ Tutur Fery ketua Dewan Mahasiswa (DEMA) UMP.
Rupanya tidak hanya pemilu raya yang mengalami kemunduran. Sidang umum triwulan I DEMA UMP juga ternyata mengalami kemunduran dari waktu yang sudah diagendakan yaitu satu bulan pasca kosma. ‘Kita sebenarnya ingin tepat waktu, tapi karena waktu itu satu bulan pasca kosma masih sibuk dengan kegiatan PPL dan KKN jadi ya mundur’ ujar Fery dengan logatnya yang khas. Mundurnya sidang umum triwulan 1 DEMA UMP menurut Fery juga disebabkan karena belum ada kesiapan juga dari Badan Keuangan Mahasiswa.
Selain mengalami kemunduran, pemilu yang dilaksanakan di kampus biru rupanya juga diwarnai dengan berbagai persoalan. Saat pemilu 2010 misalnya, pemilu yang memenangkan Irfan Fathurrahman sebagai presiden BEM itu sempat digugat sekelompok mahasiswa yang mencurigai adanya kecurangan dalam pemilihan. Rupanya adanya indikasi kecurangan dalam pemilu juga terulang kembali saat pemilihan Gubernur FKIP 2011. KPU pada saat itu dianggap berpihak pada salah satu calon dan diduga ada penggelembungan suara untuk memenangkan salah satu calon. Bahkan sempat terjadi pengusiran terhadap mahasiswa peserta sidang Musyawarah Akbar Mahasiswa Fakultas (MAMF) FKIP saat itu.
Berbicara tentang demokrasi juga berbicara tentang bagaimana partisipasi rakyat dalam pelaksanaan pemerintahan. Besar kecilnya partisipasi rakyat ikut menentukan bagaimana kualitas pelaksanaan demokrasi. Kalau berkaca beberapa agenda KM, Pemilu FKIP misalnya, jumlah pemilih yang ikut berpartisipasi dalam pemilihan terbilang rendah. Dari 3385 total mahasiswa aktif  FKIP hanya 1080 yang memberikan suara. Bahkan, dalam penyelenggaraan KOSMA yang dihadiri seluruh lembaga KM UMP hanya dihadiri segelintir lembaga.
Lebih miris, masih ada Mahasiswa tidak mengenal siapa pemimpinnya, apalagi mengetahui peran dan fungsi orang-orang yang mewakilinya dalam pemerintahan mahasiswa. Septiana Wahyuningrum mahasiswa FKIP semester 7 malah balik bertanya  ketika ditanya tentang DEMA “DEMA itu apa?,” tanyanya dengan polos.
Agar aspirasi mahasiswa dapat terserap dengan baik, BEM juga telah membuat kotak penyalur aspirasi. Tapi yang menjadi persoalan apakah mahasiswa juga akan tanggap dengan kotak aspirasi itu, sementara mereka tidak tahu tentang fungsinya.
Kemunduran-kemunduran ini rupanya juga diiyakan oleh Privat salah seorang pengamat KM UMP. Kemunduran KM UMP dirasakan mulai tahun 2007, yaitu  pada saat pemerintahan Mahfud. Hal ini dapat dilihat dengan tidak adanya kedekatan antara lembaga. Setiap lembaga seringkali membawa benderanya sendiri tanpa memperjuangkan KM. Dilihat dari segi fasilitas yang sekarang lebih baik fasilitasnya, tapi hal ini justru mengakibatkan tidak berkembangnya kreativitas. Selain itu setelah tahun 2007 lembaga juga jarang diskusi yeng mengakibatkan wacana yang masuk tidak mendalam.
 Andi Wahyono, selaku presiden BEM Universitas Muhammadiyah Purwokerto juga mengakui adanya kemunduran demokrasi di KM UMP. ‘Ada pemotongan generasi dari tahun-tahun sebelumnya’ Ujarnya malam itu menegaskan mengenai kemunduran demokrasi di KM UMP. Hal ini menurutnya bisa dilihat dari ketidaklengkapan struktur. Di UMP tidak ada fungsi Yudhikatif yang fungsi itu selama ini dipegang oleh DEMA, ini tentu saja mengakibatkan tidak optimlnya fungsi lembaga.
Mengenai banyaknya kecurangan yang terjadi sebagai salah satu indikasi kemunduran demokrasi di KM UMP yaitu diakibatkan karena tidak ada pendidikan khusus untuk Komisi Pemilihan Umum (KPU), tidak ada badan pengawas pemilu serta Undang-Undang Pemilihan. Sistem partai menurutnya paling sesuai untuk mengatasi permasalahan tersebut. Kedepannya, menurut Andi sapaan orang yang bertubuh mungil itu harus ada minority yaitu beberapa orang yang siap berkorban untuk kelangsungan KM. Perbaikan yang harus dilakukan yaitu dari sistem atau kaderisasi. ‘Jika perbaikan itu melalui sistem maka yang terjadi tidak ada SDM yang mengisinya, jika perbaikan itu dilakukan melalui kaderisasi maka akan terbatas dengan umur’ mengungkapkan kebingungannya di akhir pembicaraan  (Bhas_Atikah)


Leave a Reply

| Bhaskara online feeds |

Tanggapi Artikel

Labels