Seorang mahasiswi yang gagal mengakses internet di UMP |
Hotspot yang akhir-akhir ini menjadi
popular, karena kemudahan dan keefektifannya membuat hotspot digemari para pecinta dunia maya. Universitas Muhammadiyah
Purwekerto (UMP) merupakan salah satu yang menggunakan teknologi hotspot. Untuk dinikmati segenap civitas
akademika, UMP sudah mulai menggunakan hotspot
dari tahun 2007 yang diharapkan
bisa menunjang dan mempermudah kegiatan
pembelajaran dan administrasi civitas akademika. Tetapi akan sangat berbeda
dengan kenyataanya, karena masih banyak
mahasiswa yang mengeluh koneksi hotspot di
UMP.
Seperti yang dirasakan Luki Dwi
Paramitasari Mahasiswa pendidikan bahasa Inggris semester lima. Luki yang juga
aktif di radio Gradiosta mengaku kalau untuk mencari informasi terpaksa harus
menggunakan handphone (HP) karena hotspot yang jarang connect. “Padahal saya harus memberikan berita-berita terbaru
kepada pendengar”, ujarnya.
Begitu juga dengan apa yang
dirasakan Teater Perisai. Hotspot yang
mati sejak Oktober mengurungkan mereka untuk mempublikasikan kegiatannya.
Misalnya saja hasil pentas seni drama pelajar, parade studi pentas dan workshop cinematograpfi yang kesemuanya itu hasilnya akan upload ke website dan facebook. “Karena
hotspot UKM mati akhirnya ada yang belum terunduh,” ujar ketua
UKM Perisai Tri Suciadi menyesalkan.
Letak gedung UKM yang berdekatan
dengan PTIK sebagai pengelola jaringan ternyata bukan jaminan cepatnya
penanganan permasalahan koneksi di UKM. Hingga berita ini diturunkan, para
pengurus UKM belum bisa mengakses hotspot.
Lain halnya dengan HMPS Sejarah yang malah tidak kebagian jaringan.
Yusup anggota HMPS Sejarah
mengatakan, tidak adanya jaringan hotspot
sampai ke sekretariat hmps sejarah menjadikan anak- anak HMPS Sejarah memilih
tempat lain yang dianggap mendapat jaringan hotspot
yang memadai.
Tidak hanya itu, masalah
lambatnya koneksi juga dirasakan beberapa mahasiswa. Hal ini membuat mahasiswa
merasa dirugikan. “Ini tidak sebanding dengan apa yang sudah kita bayar . “
Ujar Sabrina Hylaby dara cantik berdarah
Arab Mahasiswi Fakultas Ekonomi semester akhir ini. “Keleletan hotspot juga menggangu proses
pembelajaran.” Tambahnya.
Dari data terakhir Mahasiswa yang
mendaftar sebanyak 1446 . Masih banyak
Mahasiswa yang belum memanfaatkan hotspot
dengan maksimal. Dengan kapasitas 9Mbps berarti masing-masing Mahasiswa
mendapatkan kapasitas sebanyak 6,2Kbps apabila semua Mahasiswa yang mendaftar
pada saat yang sama aktif menggunakan Hotspot.
Tapi keleletan hotspot masih
dirasakan oleh mahasiswa. “Kalau menurut saya lelet itu tergantung tempat, ada
tempat yang cepet ada yang lelet banget. Seperti di secretariat HMPS teknik itu
lelet banget. Tapi kalau di gedung F ya cepet.” Ujar Rian Wisnu Wardhana
Mahasiswi Program Studi (Prodi) Teknik Sipil semester satu ini.
Proses pendaftaranpun dinilai
terlalu bertele-tele dan membuang waktu mahasiswa karena harus mendaftar setiap
semester. Proses pendaftaran yang dinilai ribet ini menjadikan Mahasiswa enggan
untuk mendaftarkan IDnya untuk menikmati fasilitas Hotspot. “Mau daftar jadi males, soalnya setiap semester harus
daftar ulang.” ungkap Anisa, Mahasiswa Fakultas Ekonomi semester akhir ini.
Lain halnya dengan yang dikatakan
Mahasiswi Pendidikan Biologi semester
lima Adfi Oktafia. “Kalau saya sih gak merasa ribet, mungkin memang untuk data,”
ucapnya lembut. Mode pendaftaran persemester dilakukan PTIK untuk mendata
Mahasiswa yang masih aktif ataupun yang sudah tidak lagi berproses di UMP, agar
Hotspot hanya bisa dimanfaatkan oleh
mahasiswa UMP saja. Hal itu juga dilakukan untuk meminimalisir adanya pembobolan bandwidth. Dan menjaga kekuatan Hardwere. Sedangkan menurut Catur ari
Jatmiko dari prodi Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) semester tujuh mengatakan,
“pemakain hotspot di UMP sangat tidak
efesien dan penggunaanya pun sangat lelet serta ribet. Kita kan disini sudah
membayar hotspotnya kenapa ketika mau
menggunakanya susah dan ribet, karena harus
memakai password. Padahal di
unversitas lain itu tidak perlu menggunakan password
dan dapat langsung mengakses data secara cepat.” Ungkapnya bersungut-sungut.
Awal hotspot diadakan di UMP Mahasiswa hanya mendapatkan jatah 50 jam per semester yang sekarang menjadi 70
jam per semester dengan biaya 50.000 rupiah setiap Mahasiswanya per semester.
Sedangkan Mahasiswa yang aktif memanfaatkan hotspot
hanya sekitar seperenamnnya saja.
“Kalau semua mahasiswa sudah registrasi dan memakai sih saya maklum kalau internetnya
lelet. Tapi kita tahu masih banyak mahasiswa yang belum registrasi atau tidak
memanfaatkan hotspot dengan maksimal.
Kenapa kok dari pihak PTIK tidak menggunakan jatah itu untuk meningkatkan signal
supaya lebih baik lagi.” Ungkap Tri Suciadi Mahasiswa Prodi Pendidikan
Bahasa Inggris semester sembilan ini. Dengan biaya 50.000 rupiah per semester
yang artinya dalam satu semester dana yang masuk untuk hotspot sendiri senilai 450.000.000 rupiah, bukan nominal yang
sedikit memang untuk mengadakan hotspot
yang lebih baik.
Saat ditemui Bhaskara, Pihak Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi (PTIK)
berdalih, keleletan hotspot hanya
pada saat jam kerja saja dan keleletan dibawa dari pihak PT.TELKOM itu sendiri.
“kalau TELKOM down ya kita ikut down.”
Ungkap Deni Lestiono selaku Divisi Software
dan Jaringan.
Harga hotspot yang murah juga
mempengaruhi kecepatan dan kapasitas browsing.
Yang pada saat berdiri hanya berkapasitas 10Mbps sekarang menjadi 25 Mbps
dengan biaya langganan 85 juta perbulannya Mahasiswa hanya medapatkan jatah
9Mbps saja, itu juga harus berbagi dengan kampus II yang berada di Sokaraja.
Dengan total Mahasiswa kurang lebih 9000 Mahasiswa yang berarti setiap
Mahasiswa hanya mendapatkan jatah 1Kbps. Menurut Deni, “Saya pikir untuk sekarang
ini masih cukup untuk kebutuhan Mahasiswa. Inikan sedang dalam uji coba, nanti
kalaupun kurang baru kita tambah kapasitasnya.” Ujarnya mantap.
Ia menambahkan, Perangkat yang
digunakan baik Hardware maupun software pengguna hotspot juga menjadi salah satu faktor sulitnya mendeteksi signal yang menyebabkan lambatnya
koneksi. Sedangkan Untuk permasalahan jaringan di UKM mungkin mati karena
tersambar petir. “Kalaupun ada masalah dengan hotspot, mahasiswa bisa mengajukan surat permohonan perbaikan ke
pihak kita. Karena kita tidak menyediakan alat, kalau ada permasalahan kan ada
prosesnya. Kalau ada surat baru bisa diproses ke Badan Administrasi Umum (BAU)
untuk pengadaan alat baru bisa diperbaiki. ” Ujar Deni. Tapi sampai saat ini
pihak UKM belum menyampaikan surat permohonan perbaikan kepada pihak PTIK.
Hanya penyampaian keluhan secara lisan.
Sedangkan menurut Dekan Fakultas
Teknik Anwar Ma’ruf,S.T, M.T, Acess point
yang berfungsi sebagai penguat sinyal belum menyebar rata karena letaknya yang
berjauhan. Hal inilah yang menghambat penangkapan signal hotspot.
Universitas Muhammadiyan
Purwokerto yang mempunyai slogan yang salah satunya “Modern” patut untuk
dipertanyakan. Hotspot yang belum
diadakan secara maksimal oleh UMP menjari PR pihak UMP sendiri. Pengadaan Hotspot juga masih dipertanyakan karena
Pengisian KRS di UMP masih di lakukan secara manual.
Pihak PTIK maupun UMP diharapkan untuk
meningkatkan pelayanan karena dirasa masih setengah-setengah dalam mengadakan
fasilitas Hotspot sendiri. Kurangnya
komunikasi pihak kampus maupun mahasiswa menjadikan pengadaan fasilitas belum
maksimal. Agar hak yang harusnya diterima oleh mahasiswa diberikan seutuhnya. (Tiwi, Prisma, Vida, Sri_Bhas )
Mohon diralat masa jatahnya 1 kbps..ya gak bakal bisa dipakai....tohh.. bisa gak sih bikin artikel yang baik...
saya selaku mahasiswa berprestasi minta kamar mandi juga di kasih hotspot jadi bisa... mesum juga... buat temen2 kita ...ada ada saja wkkwkw...
Kecewa dengan kecepatan akses hotspot ump.