Belum genap satu periode kepengurusan,
para pentolan Lembaga Tinggi sudah mulai meninggalkan kursi jabatannya.
Terbukti dengan mundurnya 11 pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM)
Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) periode 2012/2013 yang digadang-gadang
sebagai ujung tombak penampung aspirasi mahasiswa.
Awalnya BEM diperkuat dengan 26 personel
yang berasal dari perwakilan masing-masing fakultas. Namun dengan alasan yang
berbeda-beda sebagian dari mereka memilih mengundurkan diri dan kembali dengan
kesibukannya sebagai insan akademik.
Banyak kalangan yang menyayangkan
terjadinya hal ini, dikarenakan akan berimbas pada lembaga di bawahnya yaitu di
tataran fakultas dan program studi. Seperti yang disampaikan Nani Wijayanti,
mahasiswi PG PAUD angkatan 2009 bahwa hal ini akan berimbas tidak maksimalnya
kinerja lembaga tinggi yang seharusnya dapat menampung aspirasi mahasiswa. “BEM
sebagai penampung aspirasi tetapi beberapa anggotanya mengundurkan diri, kita
selaku mahasiswa nggak punya wadah yang cukup untuk menampung seluruh aspirasi
mahasiswa," kata Nani Wijayanti.
Menjadi alasan klasik ketika para
aktivis ini tidak lagi sanggup berada di jajaran lembaga tinggi dan memilih
mengundurkan diri dengan alasan kegiatan organisasi yang menyita waktu kuliah.
Tak hanya itu berbagai alasan lain juga mereka lontarkan seperti sibuk dengan
kerja sebagai asisten dosen dan pekerjaan di luar kampus yang akan berimbas
pada tidak intensnya kinerja di BEM. Sebagian
pengurus yang mengundurkan diri berasal dari Fakultas Farmasi, FIKES, dan Prodi
Biologi. Ditakutkan kesibukannya di berbagi dengan organisasi akan berimbas
pula pada nilai akademik. Namun sebagai aktivis tentu ini menjadi risiko demi
kemajuan Keluarga Mahasiswa (KM).
Mengenai hal ini saat dikonfirmasi,
Presiden Mahasiswa, Bagus mengatakan kondisi BEM UMP tidak ada permasalahan.
Baginya sudah menjadi hal yang wajar dan terjadi setiap tahun apabila
keanggotaan BEM mengalami seleksi alam. Hal ini tentu sangat timpang dengan
ketidaksiapan pengurus untuk mengemban amanah Kongres Mahasiswa (KOSMA XI). “Kepemimpinan
di dalam BEM saat ini dengan metode demokrasi dan yang berhak memutuskan segala
sesuatunya yaitu Presiden BEM,” ujarnya.
Lain halnya dengan Heru Prihatmoko,
Wakil Dewan Mahasiswa (DEMA) UMP yang memandang bahwa Presiden BEM saat ini
malah lebih otoriter dengan kata lain bersifat diktaktor. Menurutnya dari sifat
inilah yang perlu di koreksi serta koordinasi yang menyeluruh. Anjar
Nugroho SAg MSi, Wakil Rektor 3 (WR3) yang dihubungi via telepon selular
mengatakan pihaknya malah tidak mengetahui permasalah ini.
Kondisi BEM juga mendapat sorotan dari mahasiswa seperti yang disampaikan Catur Pamungkas, mahasiswa Program Studi Geografi. Pihaknya prihatin melihat pimpinan lembaga tinggi yang tidak loyal, banyak anggota kabinet yang pupus di tengah jalan sehingga bisa disimpulkan kurang adanya kedewasaan dalam kepribadian jajaran kabinet.Ia memandang metode kepemimpinan dalam berorganisasi saat ini kurang rapi dalam artian hubungan kekeluargaan di kebinet masih minim, hal ini yang menjadi penyebab mundurnya anggotanya sehingga berimbas pada kinerja BEM.
Kondisi BEM juga mendapat sorotan dari mahasiswa seperti yang disampaikan Catur Pamungkas, mahasiswa Program Studi Geografi. Pihaknya prihatin melihat pimpinan lembaga tinggi yang tidak loyal, banyak anggota kabinet yang pupus di tengah jalan sehingga bisa disimpulkan kurang adanya kedewasaan dalam kepribadian jajaran kabinet.Ia memandang metode kepemimpinan dalam berorganisasi saat ini kurang rapi dalam artian hubungan kekeluargaan di kebinet masih minim, hal ini yang menjadi penyebab mundurnya anggotanya sehingga berimbas pada kinerja BEM.
Saat dikonfirmasi, Fatimah Al
Mujahidah, anggota BEM yang sudah tidak aktif malah tidak mengetahui kondisi
lembaganya saat ini. Dirinya mengaku jarang berkomunikasi dengan anggota yang
masih bertahan. Meski
begitu Fatimah mengatakan kepemimpinan presiden BEM saat ini baik hanya saja
ada beberapa sikap yang kurang bisa diterima dirinya dan teman-teman. Ia
memandang pemimpin terlalu posesif atau ngotot, memaksakan kehendak, dan tidak
menghargai kinerja anggotanya yang sudah maksimal.
“Dalam organisasi kita dapat berlatih
mengembangkan pemikiran tetapi jika segala sesuatunya harus menurut kehendak
presiden BEM lama-kelamaan kita bagaikan budak, jikalau mau protes pun kita
merasa tidak enak sehingga nurut saja sama pemimpin. Keadaan seperti itu yang
membuat saya dan teman-teman tidak suka dan pada akhirnya lebih mementingkan perkuliahan
saja,” ujar Fatimah.
(Galang, Dika, Roi, Cicih_Bhas)