Kamis, 10 Mei 2012

Arah Gerak Pers Mahasiswa

0 komentar
Gerakan mahasiswa yang masih terekam jelas dalam ingatan kita adalah masa reformasi 1998. Masa runtuhnya orde baru merupakan bukti perjuangan mahasiswa beserta masyarakat dalam menumbangkan kekuatan rezim. Satu hal yang harus disadari oleh mahasiswa adalah telah melekatnya “agent of change” dalam diri mahasiswa. Ini tentunya bukan hal sepele dengan emblem agen perubahan yang berada di pundak mahasiswa. Mahasiswa harus mampu berinovasi sekaligus melakukan gerakan sosial yang massif, tentunya berjuang bersama rakyat dan untuk kepentingan rakyat.
Namun, dewasa ini bukan tanpa halangan bagi mahasiswa untuk melakukan gerakan sosial. Problem iklim kampus yang semakin hari semakin melakukan penekanan kepada mahasiswa, dengan  menjadikan IPK sebagai satu tolak ukur keberhasilan dalam kegiatan akademis. Ini tentunya membuat mereka menjadi terpaku dalam satu tujuan, yaitu memperoleh IPK yang maksimal. Sehingga kegiatan penunjang  kreatifitas (non kuliah) menjadi kurang diminati. Dalam hal ini adalah minimnya partisipasi mahasiswa dalam mengolah organ-organ kemahasiswaan yang berada disekitarnya.

Pers mahasiswa (persma) sebagai satu organisasi kemahasiswaan tentunya tidak serta merta terhindar dari problema yang sedang “booming”. Minimnya minat masyarakat kampus untuk mencicipi organisasi yang menjadi pilar demokrasi tidak serta-merta mengurangi idealisme persma dalam melakukan gerakan sosial. Persma yang pada dasarnya dari mahasiswa dan bukan hanya untuk mahasiswa tentunya tidak melupakan hakekat sebagai agen perubahan. Kentalnya idealisme mahasiswa yang anti penindasan, tak sedikit mempengaruhi arah gerak persma. Persma merupakan satu gerakan yang berfungsi sebagai pengawal demokrasi baik dalam kehidupan kampus maupun bernegara.
Perlu diingat, persma bukanlah mencari keuntungan financial dan eksistensi namun menyuarakan kebenaran serta keluh kesah masyarakat, khususnya masyarakat kampus. Satu hal yang perlu digaris bawahi, perjuangan persma merupakan garis perjuangan yang independent tanpa terikat dengan salah satu blok, baik blok penguasa maupun blok oposisi. Bahkan keindependenant presma mampu mengebiri kepentingan birokrat kampus walaupun pemutar roda produksi persma berasal dari universitas.
Menilik kembali arah perjuangan mahasiswa, mulai dari masa orde lama Soekarno dengan gerakan 66-nya, Peristiwa Malari 1974, dan yang paling fenomenal adalah peristiwa Mei 1998. Ini adalah bukti kekuatan idealisme mahasiswa yang di dalamnya terdapat coretan tinta persma.
Coretan itu adalah sebuah bukti gerakan yang terbingkai dalam karya idealisme mahasiswa. Bukan untuk kepentingan eksistensi golongan semata. Gerakan persma dengan kritik intelektualitas merupakan sebuah dasar  gerakan dalam rangka pencapaian tujuan masyarakat kampus yang demokratis.
Kondisi mayoritas saat ini memang mengenaskan ketika perjuangan persma dipandang sebelah mata oleh kawan-kawan mahasiswa pada umunya. Seharusnya mereka menjadi kawan seperjuangan  yang saling bergandeng tangan melawan penindasan terhadap masyarakat. Memang tak mudah ketika pandangan skeptic bertubi-tubi datang menghampiri persma. Pandangan itu kita ibaratkan sebagai bahan bakar alternatif untuk menyokong gerak mesin perjuangan yang sedari dulu tersohor semangat perjuangan untuk mencapai kesejahteraan sosial.
Kesadaran utama persma untuk berjuang bersama baik di dalam maupun di luar kampus merupakan panggilan hati yang sulit ditorehkan dalam secarik kertas. Melainkan keharusan  yang benar-benar muncul dari rahim hati sosok mahasiswa. Perjuangan persma bukan hanya  coretan tinta dalam secarik kertas, melainkan semangat mengedukasi kawan-kawan mahasiswa secara umum yang belum tersadarkan akan emblem agent of change di pundak mereka. Dengan coretan-coretannya yang inofativ dan beridealisme tentunya adalah daya tarik tersendiri untuk mengajak kawan-kawan berjuang bersama melawan penindasan yang kian hari kian merajalela di negeri ini. Menilik keadaan persma  saat ini, selain SDM yang harus konsen untuk menaklukan kewajiban perkuliahan juga di tuntut untuk meraba keadaan disekitar mereka. Justru ini adalah nilai plus tersendiri bagi kekuatan persma.
Dewasa ini tugas persma bukan hanya berjuang bersama masyarakat untuk melawan penindasan semata. Namun persma saat ini memiliki pekerjaan baru, salah satunya adalah proses edukasi kawan-kawan mahasiswa yang tentunya masih pasif dalam menyikapi berbagai hal yang tidak pro dengan masyarakat. Tentunya ini bukanlah perkara mudah untuk mengajak kawan-kawan mahasiswa di tengah maraknya hedonisme dibanding idealisme mahasiswa sebenarnya.
Proses edukasi yang terus menerus dan kreatif merupakan salah satu cara yang harus ditempuh oleh persma dalam mencari kawan berjuang. Bekerja bersama adalah usaha yang bisa dikatakan massif ketika melihat kondisi saat ini yang teramat pincang antara idelisme mahasiswa bertipikal pejuang dengan tipikal mahasiswa hedonisme pada umumnya.
Persma adalah gerakan yang harus menjaga nyala api perlawanannya. Di tengah era globalisasi yang semakin garang menunjukkan taringnya, persmapun semakin mantap menunjukkan ketajaman penanya dalam berjuang melalui coretan-coretan yang bersifat intelektual. Perlawanan adalah kunci keberhasilan persma dalam proses pergerakan untuk menyakiti bahkan menghancurkan para penindas rakyat. Berfikir terbuka, bebas, dan lebih peka terhadap situasi ketertindasan  dan ketidakadilan  serta bertanggung jawab adalah beberapa sikap yang harus dimiliki oleh mahasiswa, tak beda pula dengan persma, dengan alat perlawanannya yang berupa coretan tinta.

Penulis
Agni Priambodo, 
Pegiat Pers MahasiswaBhaskara
(Dimuat di Harian Pagi SatelitPost)

Leave a Reply

| Bhaskara online feeds |

Tanggapi Artikel

Labels