Bhaskara - Lembaga Pers Mahasiswa Bhaskara baru-baru ini
menyelenggarakan diskusi publik bersama lima organisasi ekstra kampus di Lobi
Fakultas Teknik lantai satu, selasa (6/9). Kelima organisasi ekstra tersebut
adalah Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia
(GMNI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah (IMM), dan Front Mahasiswa Nasional (FMN).
Kegiatan ini merupakan salah satu cara untuk menghidupkan
kembali kebebasan mimbar akademik dalam kampus. Lalu apa saja isi dari diskusi
tersebut?
“kampus yang menjadi tempat dimana mahasiswa untuk saling
menambah wacana dan juga berpendapat, harus memiliki ruang publik sebagai wadah
kebebasan mimbar akademik. Sudah sejak lama Universitas Muhammadiyah Purwokerto
kehilangan ruang publik sebagai penyalur mimbar kebebasan akademik,” kata
Ardiyanto selaku moderator dalam forum diskusi tersebut.
Ardiyanto juga menjelaskan sistem diskusi tersebut agar
nantinya masing-masing organisasi ekstra kampus menjelaskan apa tujuan dan
bagaimana garis perjuangan mereka. “Diskusi publik ini menjadi pengenalan bagi
organisasi ekstra kampus agar mahasiswa baru dapat lebih mengenal tentang arti
pergerakan dan perjuangan mahasiswa,” kata Ardiyanto.
IMM yang diwakili oleh Alif selaku ketua kordinator
komisariat (Korkom) yang baru, menjelaskan tentang garis perjuangan IMM
sendiri. “IMM yang notabene merupakan organisasi yang berada dalam naungan
Muhammadiyah, mengikuti setiap arah dan aturan yang sudah menjadi Khittah
Muhammadiyah. IMM sebagai pengemban amanat dalam menjalakan khittah
Muhammadiyah khususnya di kampus UMP, memiliki visi yang sama dengan kampus UMP
yaitu menjadi mahasiswa yang unggul, modern, dan berakhlak islami,” katanya.
Sedangkan dari PMII yang diwakili Fajar, lebih tertarik
terhadap persatuan agar kelima organisasi ekstra ini dapat saling bersinergis
dan bekerja secara kolektif. “Saya disini lebih suka untuk mendiskusikan peran
kita organisasi ekstra agar dapat saling menjaga dan menjadi wadah mahasiswa
yang ingin menambah wacana lebih,” katanya. Mengenai peran PMII sendiri
menanggapai tema menjadi mahasiswa yang unggul, modern, dan islami, Fajar lebih
menekankan kepada pola berfikir yang panjang dan kritis.
FMN yang diwakili oleh Biko, mengatakan bahwa kurang setuju
bila harus membedakan organisasi eksternal dan internal kampus. “Normalisasi
Kehidupan Kampus dan Bandan Koordinasi Kampus adalah penyebab memisahnya
kegiatan mahasiswa didalam dan diluar kampus. FMN sendiri memusatkan gerakannya
dipada penindasan terhadap kaum buruh, petani, dan pekerja rendahan,” katanya.
Zakaria sebagai wakil dari HMI komisariat Fakultas Teknik,
lebih mengajak kepada peserta forum untuk senantiasa membuka lebih mendalami
tema diskusi kali ini. “Parameter unggul
seperti apa? Apa parameter modern itu? Apa si akhlak islami?. HMI
sendiri mengartikan unggul adalah dengan bertindak dan modern dalam berfikir
serta berakhlakan islami bukan hanya sebagai kegiatan simbolik saja,” katanya.
“Momok utama bagi GMNI sendiri adalah pejuang dan pemikir. Gerakan perjuangan dan
pemikiran GMNI memfokuskan terhadap kaum marhaen atau kaum buruh rendahan. GMNI
komisariat UMP, juga belajar tentang nilai nilai islami karena untuk
mengadaptasi dengan kampus tempatnya berada,” kata Anwar selaku perwakilan dari
GMNI. Ia juga tidak mempermasalahkan dengan perbedaan organisasi ekstra maupun
intra didalam kampus, karena pada dasarnya semua anggota organisasi ekstra
maupun intra adalah mahasiswa.
Sebagai penghangat diskusi malam itu, Ardiyanto selaku
moderator memutarkan sebuah video berisikan kekayaan alam Indonesia yang beum
dapat memakmurkan masyarakatnya. Setelah pemutara video tersebut, setiap
organisasi ekstra menanggapi seputar permasalahan yang ada di Indonesia
tersebut.
“Permasalahan yang ada disetiap negara pada dasarnya sama
yaitu krisis kesadaran” kata Zakaria perwakilan dari HMI. Menurutnya, disetiap
negara juga memiliki kerajaan kapitalis sendiri dalam pasar global. Sesuai
dengan misi HMI terbinanya mahasiswa yang akademisi dan bertanggung jawab, maka
dengan misi tersebut diharapkan HMI mampu mengatasi problematika yang ada di
Indonesia.
Sedangkan menurut Alif, sebagai mahasiswa yang memegang
predikat agent of change, kita diharuskan peka dan berani mengambil sikap terhadap
permasalahan tersebut. “Mengatasi permasalah dalam video tersebut, IMM selalu
berusaha memecahkan setiap masalah berdasarkan visinya. Di IMM cara mengatasi
permasalahan di Indonesia dengan cara menunjang pemuda untuk menjadi garda
terdepan dan juga menyadarkan mahasiswa agar tidak terlalu fokus terhadap
akademiknya”.
“Untuk menghadapi permasalahan di Indonesia yang
berbeda-beda, tentunya memiliki cara atau solusi yang berbeda. Dari
permasalahan tersebut erat kaitanya dengan kesadaran mahasiswa terhadap nasib
bangsanya. Jadi, GMNI berusaha meningkatkan kesadaran dari bangsa Indonesia
dengan meningkatkan rasa nasionalisme dan patriotisme. Peran GMNI sendiri dalam
bangsa yaitu meningkatkan jiwa nasionalisme bangsanya” kata Anwar.
Sedangkan Biko berpendapat bahwa permasalahan yang ada di
Indonesia pada dasarnya hanya ada dua, yaitu penghisapan dan penindasan. “Penghisapan
yaitu dengan cara menghisap perekonmiannya. Penindasan yaitu menggunakan
kebijakan yang bersifat mengkerdilkan hak masyarakat. FMN hadir sebagai untuk
menyatukan problematika masyarakat yang utuh dan mengaktualisasikan dengan
tindakan yang nyata. Ia juga mengkritisi sistem kapitalis yang menindas rakyat
dengan cara mengkerdinalkan perekonomian rakyat,” katanya.
Fajar berpendapat salah satu permasalahan yang mendasar di Indonesia
Sumber Daya Manusia. “Dari PMII memiliki sistem edukasi untuk meningkatkan SDM
anggotanya. Karena dari SDM yang kaya, Indonesia akan dapat memanfaatkan Sumber
Daya Alam yang ada” katanya.
Selain mengkritisi tentang kebjakan yang tidak pro terhadap
rakyat, Ardiyanto selaku moderator memfasilitasi peserta untuk mau bertanya. Berbagai
pertanyaan yang diajukan oleh peserta forum membuat hangat diskusi. Salah satu
pertanyaan datang dari Bayu yang menanyakan pernahkah kelima organisasi
eksternal mencoba bersatu dan bersama untuk mendiskusikan sebuah masalah?
Biko berpendapat, bahwa sebuah permasalahan dapat dipecahkan
bersama dengan semua elemen. “Prinsip dasar kesatuan yaitu ada dua. Yaitu menciptakan
musuh bersama dan mencari solusi bersama” katanya. Ia juga menambahkan, FMN
sendiri bersedia untuk saling berdiskusi bersama mengenai permasalahan yang
ada.
Fajar berargumen bahwa di PMII manhajul fiker, berpatokan
azas dan prinsip tidak selalu ditengah-tengah agar dapat berprilaku adil. “PMII
menggunakan dialog keagamaan dan melakukan kajian keislaman pada mahasiswa”
katanya. Fajar juga berpendapat langkah untuk menyatukan pandangan berangkat
dari perbedaan. Ia setuju juga bahwa perlu adanya diskusi untuk menyelesaikan
sebuah permasalahan.
Tidak berbeda jauh dengan Fajar, Alif berpendapat bahwa IMM
berprinsip amal ma’ruf nahi mungkar.”IMM menganut tujuan dari Muhammadiyah dan
menggunakan dialegtika sebagai wadah memecahkahkan masalah” katanya. Ia juga
sepemikiran bahwa perlu adanya ruang publik untuk saling bertukar pikiran untuk
semua organisasi.
Setelah menanyakan seputar bagaimana nantinya organisasi
ekstra dapat saling bersinergi untuk berdiskusi dalam memecahkan masalah
bersama, sebuah pertanyaan kembali datang. Uswatun Khasnah salah seorang
peserta diskusi menanyakan apakah salah satu dari organisasi ekstra ada yang
berafiliasi dengan pertai politik?
Anwar berpendapat bahwa GMNI yang kerap kali mendapat asumsi
negatif seputar afiliasi dengan partai. “GMNI sendiri tidak berafiliasi dengan
parpol. Mengenai pendanaan dari mereka menggunakan asas gotong royong dan
alumni untuk menjaga keindependensiannya” katanya
Sedangkan dari PMII, fajar menuturkan bahwa kader PMII
menggunkan sistem saling membantu dari anggotanyanya. “Kami juga memiliki
konsep kedepannya untuk mempunyai badan usaha sendiri untuk memenuhi kebutuhan
anggotanya” katanya.
Dari HMI komisariat Fakultas Teknik mengatakan bahwa, HMI
tidak berafiliasi dengan sebuah partai. “Mengenai sistem pendanaan orgnanisasi,
kami murni dari anggota” kata Zakaria.
Di FMN sendiri memiliki slogan bantingan. Biko menuturkan
bahwa di FMN sendiri tidak berafiliasi dengan partai manapun. “Mami berafiliasi
dengan orgnaisasi buruh untuk dapat saling membantuk agar tercapainya tujuan
bersama. Sedangkan untuk pendanaan sendiri FMN menggunakan sistem bantingan
atau biaya dari masing-masing anggota” kata Biko.
Sedangkan dari IMM sendiri lebih diuntungkan karena mereka
berafiliasi dengan Muhammadiyah. “IMM tidak berafiliasi dengan parta. IMM hanya
mengikuti khittah perjuangan Muhammadiyah. Pendanaan IMM sendiri lebih ringan
karena diberi langsung oleh kampus UMP. Tetapi adakalanya dana itu habis, maka
IMM akan meminta kecabang dan ke pengurus Muhammadiyah” kata Alif.
Dari diskusi publik kali ini, moderator Ardiyanto
menyimpulkan bahwa setiap organisasi ekstra memiliki kajian ilmiah tersendiri
untuk setiap anggotanya. Dari pemaparan diskusi kali ini, diharapkan nantinya
semua organisasi ekstra maupun intra dapat saling bersinergi untuk membangun
bangsa agar tercapai visi dari UMP, yaitu Unggul, Modern dan berakhlakan
Islami. (Decky/Bhaskara).