Stupen 2015 Teater Perisai "Maligi". Bhas.Doc. |
Studi pentas (Stupen) 2015 Teater
Perisai yang di sutradarai oleh Adhy Pramudya yang membawakan naskah “Maligi”
menuai banyak kritik terkait pementasannya. Penonton dibuat bingung karena
dalam pementasan tersebut banyak menggunakan bahasa-bahasa dari banyak daerah
di Indonesia.
BHASKARA- Kamis (16/4), Teater Perisai menggelar Studi Pentas (Stupen) yang berjudul “ Maligi “ di Auditorium
Ukhuwah Islamiyah UMP. Beragam
Bahasa menjadi kendala bagi penonton dalam memahami isi pementasan ini.
Pasalnya, Beragam bahasa diambil dari berbagai suku daerah di Indonesia.
“ Pementasannya bagus, tetapi pesannya kurang bisa ditangkap
karena bahasa yang asing”, ujar
Rivandi salah satu penonton. Hal serupa juga dilontarkan oleh Budayawan,Wage Teguh Wijono , “Saya merasa bingung
karena bahasanya dengan banyak dialek dan saya kira penonton juga bingung,
apalagi penonton awan yang baru pernah menonton pementasan drama sekali”.ujarnya.
Kebingungan tersebut sudah diperkirakan oleh sutradara. Namun, hal ini
dibuat dengan tujuan untuk mengenalkan bahasa – bahasa yang ada dari berbagai
daerah di Indonesia.
“Di sini saya ingin lebih
mengenalkan bahasa-bahasa yang ada banyak daerah di Indonesia kepada semua
penonton, dan dari situ saya juga mengajak penonton untuk berpikir tentang inti
dan pesan dari pementasan ini”,
ujar Sutradara, Adhy Pramudya yang ditemui seusai pentas.
Dibalik panggung, setelah pementasan selesai terlihat para aktor
sangat bahagia karena telah menyelesaikan tugas pertama mereka sebagai anggota
baru Teater Perisai. Meskipun gugup dan melelahkan, semua sudah terbayarkan
dengan pementasan ini. “Gugup pasti dirasakan, selama latihan juga saya
mengalami permasalahan dengan banyaknya bahasa yang digunakan dan saya juga
sempat mengeluhkan pada mas Adhy selaku sutradara”, tutur Abdul aziz alias Lemon sebagai salah
satu aktor yang memerankan tokoh iblis.
Berbagai kritik dan tanggapan yang datang, ketua umum Teater
Perisai, Adityanang
Prio Laksono alias Panjul menanggapi dengan tenang dan sangat mengapresiasi hasil pementasan
anggota- anggotanya, ”Meskipun banyak kritikan, tetapi pementasan
kali ini patut di apresiasi karena bisa membawakan naskah yang berbeda dari
pementasan angkatan tahun sebelumnya” tuturnya.
.
Pentas yang di sutradarai oleh Adhy Pramudya ini mengambil aliran
yang memadukan surealisme-realisme. Mengadaptasi dari Novel Italia milik Nocolo Machiaveli yang kemudian
diadaptasi oleh T. Arif menjadi naskah lakon berbahasa Indonesia yang
berjudul “Ketika Iblis Menikahi Seorang Perempuan”. Pasalnya pentas tersebut disampaikan dengan
beragam dialek bahasa dari berbagai suku di Indonesia. (Pras/Lut_Bhas)