Tahapan
Pemilwa Dianggap Inkonstitusional
Ketua DEMA U memberikan SK Pemberhentian kepada KPU atas pelanggaran yang dilakukannya,di gedung AKA Anshori di depan Lembaga KM UMP,pada senin(24/11). (bhas_doc)
BHASKARA
- Kisruh mekanisme pemilihan presiden mahasiswa makin memanas. Pasalnya, SK
pemberhentian yang dilayangkan DEMA UMP kepada KPU tidak diindahkan. KPU tetap
melenggang menjalankan mekanisme pemilihan umum Presiden BEM, pada hari ini
(26/11).
Ketua
KPU, Teguh Sudarto menanggapi dingin SK
Pemberhentian dirinya dengan tetap bersikukuh
untuk menjalankan proses pemilu. Itu dikarenakan, menurut dia langkahnya benar,
karena telah mendapatkan surat perintah dari MPM, lembaga yang saat ini telah
dibubarkan, untuk menjalankan pemilihan presiden BEM. "Saya melakukan ini atas
dasar telah diberikan SK oleh MPM, untuk mengurusi jalannya pemilihan Presiden
BEM," ujar dia
Ketua DEMA UMP, Rya dwi Aditya
menuturkan semua lembaga di KM UMP wajib menjalankan AD/ART, termasuk KPU
sebagai alat kelengkapan pemilu raya. “seperti yang tercantum pada ART pasal 42
tentang mekanisme pemilihan, yang menyatakan Presiden
Mahasiswa dipilih melalui pemilu raya dengan melalui tahapan yang ditetapkan
dalam undang - undang Pemilwa” Tutur Adit.
Lanjut Adit, Artinya, sebelum dijalankannya agenda
KPU, UU Pemilwa disusun terlebih dahulu.
Adanya pelayangan SK pemberhentian KPU karena, KPU telah bertidak jauh
dari koridor konstitusi. Tindakan ini, didasari ketetapkan yang telah
disepakati secara bersama-sama dalam Sidang Umum 2014 lalu. Namun SK
Pemberhentian ini, tidak diindahkan KPU.
"UU
Pemilwa harus dibuat terlebih dulu. Itu seharusnya yang dilakukan, sebelum
adanya pemilihan presiden mahasiswa. Kami sudah melayangkan SK Pemberhentian KPU,
namun tidak diindahkan, mereka tetap menjalankan tahapan pemilu, kami akan bertindak tegas kalau KPU
masih bertidak semaunya sendiri" Tandas Adit, kemarin (25/11)
kepada Bhaskara.
Sementara
itu, mantan Ketua Umum Teater Perisai, Tri Suciadi mengatakan tetap nekatnya
KPU menjalankan tahapan pemilu merupakan tindakan inkonstitusional, karena
tidak sesuai dengan AD/ART yang berlaku, dan mereka dapat dijatuhi sanksi
karena tidak taat dan patuh terhadap konstitusi.
"Seharusnya
seluruh lembaga di KM UMP, bergerak sesuai dengan AD ART yang telah ditetapkan
bersama. Bagi lembaga-lembaga yang menyetujui kegiatan KPU selama ini, sama saja
menginginkan KM UMP rusak, serta seharusnya lembaga-lembaga yang masih taat
dengan AD/ART harus berani melawan," jelasnya. (Bhas_Vena)
Tahapan
Pemilwa Dianggap Inkonstitusional
Ketua DEMA U memberikan SK Pemberhentian kepada KPU atas pelanggaran yang dilakukannya,di gedung AKA Anshori di depan Lembaga KM UMP,pada senin(24/11). (bhas_doc) |
BHASKARA
- Kisruh mekanisme pemilihan presiden mahasiswa makin memanas. Pasalnya, SK
pemberhentian yang dilayangkan DEMA UMP kepada KPU tidak diindahkan. KPU tetap
melenggang menjalankan mekanisme pemilihan umum Presiden BEM, pada hari ini
(26/11).
Ketua
KPU, Teguh Sudarto menanggapi dingin SK
Pemberhentian dirinya dengan tetap bersikukuh
untuk menjalankan proses pemilu. Itu dikarenakan, menurut dia langkahnya benar,
karena telah mendapatkan surat perintah dari MPM, lembaga yang saat ini telah
dibubarkan, untuk menjalankan pemilihan presiden BEM. "Saya melakukan ini atas
dasar telah diberikan SK oleh MPM, untuk mengurusi jalannya pemilihan Presiden
BEM," ujar dia
Ketua DEMA UMP, Rya dwi Aditya
menuturkan semua lembaga di KM UMP wajib menjalankan AD/ART, termasuk KPU
sebagai alat kelengkapan pemilu raya. “seperti yang tercantum pada ART pasal 42
tentang mekanisme pemilihan, yang menyatakan Presiden
Mahasiswa dipilih melalui pemilu raya dengan melalui tahapan yang ditetapkan
dalam undang - undang Pemilwa” Tutur Adit.
Lanjut Adit, Artinya, sebelum dijalankannya agenda
KPU, UU Pemilwa disusun terlebih dahulu.
Adanya pelayangan SK pemberhentian KPU karena, KPU telah bertidak jauh
dari koridor konstitusi. Tindakan ini, didasari ketetapkan yang telah
disepakati secara bersama-sama dalam Sidang Umum 2014 lalu. Namun SK
Pemberhentian ini, tidak diindahkan KPU.
"UU
Pemilwa harus dibuat terlebih dulu. Itu seharusnya yang dilakukan, sebelum
adanya pemilihan presiden mahasiswa. Kami sudah melayangkan SK Pemberhentian KPU,
namun tidak diindahkan, mereka tetap menjalankan tahapan pemilu, kami akan bertindak tegas kalau KPU
masih bertidak semaunya sendiri" Tandas Adit, kemarin (25/11)
kepada Bhaskara.
Sementara
itu, mantan Ketua Umum Teater Perisai, Tri Suciadi mengatakan tetap nekatnya
KPU menjalankan tahapan pemilu merupakan tindakan inkonstitusional, karena
tidak sesuai dengan AD/ART yang berlaku, dan mereka dapat dijatuhi sanksi
karena tidak taat dan patuh terhadap konstitusi.
"Seharusnya
seluruh lembaga di KM UMP, bergerak sesuai dengan AD ART yang telah ditetapkan
bersama. Bagi lembaga-lembaga yang menyetujui kegiatan KPU selama ini, sama saja
menginginkan KM UMP rusak, serta seharusnya lembaga-lembaga yang masih taat
dengan AD/ART harus berani melawan," jelasnya. (Bhas_Vena)