“Upaya
untuk memperoleh atau mempertahankan kekuatan, itulah politik...”
(Carl J Friedrich)
Politik
Islam
Kehidupan
berpolitik tak pernah lepas dari kehidupan sosial suatu negara. Seperti halnya
sistem kekuasaan pra-islam yang terjadi di Timur Tengah. Wilayahnya yang di
kelilingi oleh gurun pasir, menjadikan masyarakatnya harus hidup berkelompok
dan nomaden. Itu bertujuan untuk
memenuhi kehidupan setiap kelompoknya. Setiap klan dipimpin oleh seorang syaikh.
Dari sejarah singkat sistem kekuasaan di Timur Tengan ini berpengaruh terhadap
pola masyarakat Timur Tengah sekarang ini. Sifat yang dimiliki karena
dipengaruhi oleh lingkungan ini, membuat karekteristik tersendiri dalam sistem
perpolitikan dan pemerintahannya hingga sekarang.
Lahirnya Islam
di Timur Tengah, sangat mempengaruhi pola kehidupan masyarakatnya. Munculnya
Muhammad sebagai pemimpin besar di Timur Tengah saat itu, menjadi tonggak
sistem pemerintahan di Jazirah Arab. Masyarakat Timur Tengah menganut teokrasi
dengan Muhammad sebagai Rasul-Nya. Paska wafatnya Muhammad, timbullaah sistem
kepemimpinan Khilafah.
Khilafah sebagaimana definisi gerakan Islam Sunni, adalah kepemimpinan umum
bagi seluruh kaum Muslim yang bertujuan, untuk menerapkan hukum syariat Islam
dan mengemban risalah Islam, ke seluruh dunia. Itu merupakan peninggalan
Khilafah Islam, yang suatu ketika pernah terbentang dari Indonesia hingga ke
Spanyol, selama 1400 tahun. Khilafah bukanlah sistem monarchi, demokrasi,
autoritarianisme, juga bukan pemerintahan teokrasi, tetapi transaksi
kepemimpinan antara khalifah yang terpilih, dengan umat dalam rangka menerapkan
hukum-hukum Islam, dalam politik di manupun.
Sedangkan, masa ini negara-negara di
Timur Tengah, yang mayoritas beragama Islam, sebagian menganut sistem
kepemerintahan monarki. Seperti yang dijalankan oleh negara Arab Saudi, yang
dipimpin oleh seorang raja secara turun temurun. Begitu juga dengan Jordan,
Oman dan Kwait. bahkan masih ada yang menganut sistem monarki absolut, dimana
kekuasaan adalah mutlak milik raja bukan milik rakyat. Hal ini yang membuat
kepemerintahan di Timur Tengah bersifat diktator.
Konflik
berkepanjangan
Sekarang ini,
pemimpin negara yang diktaktor, membuat masyarakat merasa tidak sepenuhnya
berpartisipasi dalam sistem pemerintahan. Sadangkan kediktatoan tersebut, juga
akan melahirkan kaum-kaum ekstrimis, yang akan memicu konflik, karena dengan
cara yang formal dan legal tidak ada tanggapan serius dari pemerintahan maka
cara radikal dan unjuk rasa merupakan cara yang dianggap oeh sebagian warga
negara akan mendapatkan tanggapan yang pasti dari negara. Seperti yang
dilakukan oleh mesir, libya, dan Tunisia.
Ada sebagian negara berkonflik
memang dipicu oleh adanya terorisme. Jaringan Al Kaeda, yang menjadi jaringan
teroris terbesar di dunia cukup memberikan pengaruh yang kuat terhadap negara
yang dianggap sangat dipengaruhi oleh musuh-musuh Al Kaeda, seperti
Afghanistan, Pakistan, dan Palestina.
Keberhasilan
Tunisia dan Mesir menjadi dorongan tersendiri bagi negara-negara yang ingin
melakukan aksi yang sama yang memang internal negara tersebut memiliki
keinginan yang kuat untuk berubah. Ini akibat ketidakpuasan warga negara,
terhadap pemerintah yang bisa dikarenakan kemiskinan, pengangguran, dan
memburuknya kondisi ekonomi. Faktor-faktor tersebut mampu memunculkan tokoh
oposisi baru yang merasa bisa membuat keadaan yang lebih baik. Yang pada akhirnya,
tokoh oposisi tersebut mengkoordinir masa untuk melakukan unjukrasa.
Secara umum
negara yang berkonflik merupakan masyarakat fasis, yaitu suatu negara yang
dikuasai oleh suatu partai diktator yang diorganisasi oleh seorang pemimpin
kharismatik. Praktis rakyat tidak memiliki peranan dalam segala kegiatan
pemerintahan dan merasakan kepuasan dengan menyaksikan kekuatan negara yang
maha besar. Meskipun demikian, kelompok-kelompok yang merasa kepentingannya
tidak terfasilitasi oleh negara maka mereka akan menjadi oposisi dan terus
menerus menekan negara tersebut untuk berubah. Hal inilah yang membuat konflik
yang terjadi dipicu oleh radikalitas dari pemimpin dan membuat beberapa
kelompok juga berubah menjadi radikal melawan pemimpin negara.
Kelompok -
kelompok yang melawan dan berubah menjadi radikal bukan hanya dari kalangan
elit politik saja. Apalagi di era dimana demokrasi dijunjung tinggi pada saat
ini, dan kekuasaan ada ditanggan rakyat. Menjadikan pemimpin yang diktator
banyak dikecam oleh banyak pihak baik internal maupun eksternal negara
tersebut. Mahasiswa di seluruh dunia juga berusaha untuk menjalankan fungsinya
sebagai pengawal kebijakan negara dengan isu-isu kemanusiannya.
Konflik yang
berkepanjangan di Timur Tengah, selalu menumbuhkan aksi-aksi solidaritas yang
dilakukan oleh mahasiswa untuk membantu dunia ketiga dari penjajahan atas nama
kemanusiaan. Dari aksi demonstrasi sampai penggalangan dana untuk dunia ketiga
yang sudah sangat biasa dilakukan oleh mahasiswa kebanyakan. Apakah aksi-aksi
yang selalu dilakukan tanpa ada inovasi ini adalah sebuah bentuk dari
keputusasaan dalam penyelesaian konflik yang terjadi di Timur Tengah?
Saya harap
tidak, Mahasiswa merupakan calon pemimpin bangsa untuk masa depan. Mau tidak
mau yang menjadi mahasiswa sekarang ini akan menjadi pemimpin negaranya kelak.
Mindsite yang dimiliki mahasiswa akan mempengaruhi keberlangsungan suatu
negara. Jadi dibandingan dengan aksi-aksi yang mempunyai sifat sementara saja,
kita sebagai mahasiswa harusnya mempunyai metode-metode inovatif untuk merubah
mindsite mahasiswa yang sekarang ini cenderung apatis menjadi mahasiswa yang
lebih peduli dengan perdamaian di dunia.
Metode inovatif
Misalkan
seperti yang dilakukan 22
mahasiswa AS, dari penjuru negeri datang ke Pittsburgh, Pennsylvania. Melalui sebuah
forum yang disebut Sidang Timur Tengah, dibentuk di Universitas Pittsburgh. Pembahasannya
tidak jauh dari keadaan yang tengah berlangsung saat ini, untuk mendorong
metode-metode akar rumput baru bagi perdamaian.
Para mahasiswa peserta memainkan peran,
tidak hanya sebagai para pemimpin yang terlibat dalam konflik, tetapi juga
peran menjadi wartawan, ahli, dan lainnya yang membaktikan diri, bagi kesadaran
dan perdamaian regional. Hasil dari simulasi ini sangat beragam dan kreatif.
Lalu bagaimana dengan mahasiswa di
Indonesia? Mengetahui akar permasalahan memang penting. Tapi yang lebih penting
lagi bagaimana kita bisa berkontribusi secara kongkrit dalam mencapai tujuan
bangsa indonesia “penjajahan diatas dunia harus dihapuskan”. Perubahan tidak
semerta-merta seperti membalikan telapak tanggan atau bahkan dengan kekerasan.
Ubahlah cara berfikir mahasiswa untuk menumbuhkan rasa perdamaian dengan
metode-metode inovatif. (Bhas_FTW)